Poligami: Suara Anak Patut Didengar

Hiruk pikuk Poligami, nyaris terlihat sebagai perdebatan kaum dewasa, para istri, para suami, atau calon istri dan calon suami … paling mudapun kebanyakan mereka-mereka sekitar 20 tahun yang berani menyuarakan poligami, … mendukung maupun menolak …

Liputan media , kebanyakan menampilkan kelompok umur di atas, kalo toh ada yang meliput pemuda, remaja, abg … kemungkinan jumlahnya sedikit (ini hanyalah penglihatan pribadi)

Tentunya kita tau bahwa poligami, selain melibatkan pria beristri dan wanita dewasa, juga ada anak-anak di dalamnya …

Pernahkah kita jujur mendengar suara hati mereka?
Bukan cuma wawancara sesaat ketika prosesi pernikahan poligami berlangsung atau dalam rentang waktu pendek, tetapi pengamatan panjang selama pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan anak patut diikuti. Mengapa?
Karena anak-anak tersebut nantinya tumbuh dewasa, jadi orang tua dan jadi generasi penerus bangsa.

Sangatlah naif, bila para tokoh-tokoh, para pemimpin berhiruk pikuk pro-kontra poligami, sementara anak-anak dipandang dapat dicukupi dengan “keadilan” material, seperti uang jajan, uang sekolah, uang buku, kendaraan, rumah ataupun bentuk fisik lainnya, kasih sayang (?) dalam rumah.
jeritan anakBagaimana tumbuh kembang mereka secara psikologis dan sosial?
Coba tengok koran, putra Yth, Mr. ZM yang dikatakan mewakili keluarga ketika prosesi pernikahan ayahandanya. Di awal nampak tegar, tapi mengapa dia keluar dengan isak tangis?
Saya berani jamin, isak tangisnya bukanlah isak tangis bahagia seperti sang pengantin … buktinya sampai ditenangkan segala.
Itu hanya contoh kecil dalam rentang beberapa menit.

Bagaimana kehidupan mereka (anak-anak) nantinya? Yang dikatakan sedang studi di Australia pun, bisa saja menanggung malu dan sedih tiada tara?
Sayang, mereka-mereka tidak pernah “disanggong” kehidupan keseharian setelah poligami ayahandanya.

Sebuah penelitian berkenaan dengan hal tersebut di atas layak kita pelajari.
(lihat di sini)

Penelitian oleh Dr Emy Susanti, menghasilkan angka menakjubkan. Sebanyak 74, 89 persen mahasiswa Surabaya menolak praktek poligami. Padahal tidak semua responden dari keluarga poligami.
Apa juga kata mereka?

Mereka merasa tidak pernah dilibatkan dalam pembicaraan poligami, padahal mereka punya hak. Apakah kita akan menjadi penindas anak-anak kita yang sering didengungkan asal adil? Mana keadilan?

Baik yang pro maupun yang kontra poligami (kalo yang menolak poligami mungkin sudah mempertimbangkan ini), marilah kita perhatikan tumbuh kembang anak-anak kita. Walau masih SD, tak ada salahnya kita dengar suara hatinya.
Bagaimana rasa hati mereka saat mengetahui ada yang terenggut dalam keluarganya.

Jangan-jangan kita ini telah berbohong kepada calon generasi kita sendiri.
Cobalah buat kuisioner sederhana kepada siswa SD, SLTP dan SLTA.
Satu pertanyaan saja:”bolehkah bapaknya menikah lagi?”
Adakah yang mau melakukannya.
Kita lihat hasilnya …

15 Komentar »

  1. wadehel said

    Kalau alasannya syahwat, beli saja vagina buatan!
    Kalau alasannya mama ga bisa masak, bayar koki jangan malah kawin lagi!
    Kalau alasannya mau menolong, transfer aja kan bisa?

    Sudah tua kok masih ngurusi selangkangan, koyo kewan ae.

    Sebagai anak, saya menolak bila ayah saya ingin berpoligami. Apapun alasannya!

  2. fulan said

    @ mas wadehel,
    Kedatangan tamu senior nih, maturnuwun …
    Terimakasih telah jawaban.
    Hasil sampai saat ini: Minggu, 24 Desember 2006, jam 19.26 wita:
    a. responden: 1
    b. menolak poligami: 1 (100%)
    c. menerima poligami: 0 (0%)
    Catatan:
    Alasan akan dikompilasi sesuai aslinya.
    Hasil pooling akan dikirim … lho kemana ya?
    🙂

  3. telmark said

    Behh, mana ada Anak yang ngijinin Papanya kawin lagi ? Sementara si anak dan Mamanya diam dipojokan kamar sambil menangis ? 100% tak ada alasan buat berpoligami.

  4. fulan said

    @ telmark.
    Trims partisipasinya, sekaligus salam kenal.
    Yakin nih ngga ada yang bisik-bisik, … iya deh 🙂

    Hasil sampai saat ini: selasa, 26 Desember 2006, jam 13.46 wita:
    a. responden: 2
    b. menolak poligami: 2 (100%)
    c. menerima poligami: 0 (0%)

  5. Tukangkomentar said

    Pokoknya asal poliandri (atau bahkan poliginandri) disetarakan dengan poligini saya bakal setuju. Sebelumitu ya nggak, karena ini saya pandang sebagai suatu ketidak adilan dan pemberat sebelahan.
    Syarat kedua semua pihak harus 1000% (bukan hanya pseudo 100% saja) ikhlas.

  6. fulan said

    @ Tukangkomentar
    Yang pertama bakal memicu pertentangan pak, seperti tempat mas wadehel. Poliginandri kan sudah ditolak oleh sebagian besar para wanita, artinya …
    Yang kedua, nah ini ada matematika dan pseudo, jadi ngukurnya sulit apalagi ngukur ikhlas … kalo bilang ikhlas tapi terbata-bata gimana hayo …
    Yang ketiga, saya kebingungan andai ini pooling beneran, masuk mana ya *tersirat*
    Keempat, terimakasih sudi berkunjung dan berbagi pada yang yunior hehehe
    🙂

  7. Dwi sriwahyuni said

    aku tahu bahwa poligami itu ada dalam islam, tapi aku adalah termasuk salah satu wanita yang nggak mau di poligami. dapat di bayangkan kan gimana rasanya kalo’ di poligami, kenyataan yang ada seorang laki-laki nggak bisa berbuat adil, mereka hanya mengikuti hawa nafsunya.

  8. mitha said

    Sebagai anak saya kurang setuju jika ayah saya berpoligami. Sempat juga ada keinginan dari ayah saya untuk berpoligami. Keinginan itu di sampaikan kepada saya, krn saya sebagai anak tertua. Jelas saja saya menentang keinginan itu. Saya sebagai wanita yang nantinya juga akan menjadi seorang istri tidak rela jika saya di poligami dengan suami saya. Dan jangan dikira poligami tidak berdampak pada jiwa anak. Teman saya mengaku ayahnya poligami dan sudah mempunyai anak, Dia sangat membenci ayahnya dan berniatingin membunuh ayahnya, karena merasa kasihan dengan penderitaan yang dialami oleh Ibu nya.

    Bagi para Lelaki yang ingin berpoligami hendaknya berpikiran kedepan dan meluas. Jangan sampai salah mengambil keputusan. Dan jika memang sayang dengan anak harusnya dipikir pikir jika ingin poligami. Apa dampak yg akan terjadi jika kalian poligami.

  9. Adhestya said

    aku sayang Ibu..lebih dari sayang ama diri ndiri. cuma bukan berarti aku bneci poligami, sebab bagaimana bisa aku membenci hal yang diberikan oleh sang pembri rasa sayang aku ama Ibu…

  10. dhe said

    yang nolak poligami KATROK!!! sok keminter nyalahin apa yang menurut Tuhan benar…sapa seh loe??? pikir pake akal manusia donk jgn pake akal pohon…

  11. cia said

    @ dhe berkata,
    Tuhan mana yang bilang mengumbar hawa nafsu itu benar?
    selama ini yang saya tau dan saya liat, setiap orang yang melakukan poligami
    tidak pernah bisa adil..cuma munafik dan menggunakan alasan ajaran Tuhan untuk melegalkan perbuatan dosa dan tidak benar..
    jadi keadilan mana yang bisa membenarkan ketidakadilan ini?
    mungkin Tuhan anda?

  12. Irlander said

    Ismail Wieslaw Zejieski
    Sosiolog, Reformer dan Tokoh Masyarakat Polandia :

    Sebagai seorang teorist tentang kebudayaan dan kemasyarakatan, saya mengagumi lembaga sosial Islam, terutama zakat, hukum bagi waris, larangan riba, larangan perang agresif, kewajiban ibadah haji dan bolehnya poligami dalam batas-batas tertentu. Dalam semua dasar Islam tersebut terdapat jaminan untuk dapat menempuh jalan hidup yang lurus, yang tengah-tengah antara kapitalisme dan komunisme, ketentuan-ketentuan yang cermat mengenai hak penuntutan antara negara, perletakan dasar-dasar untuk mencapai keselamatan hakiki sebagaimana yang dapat diterima akal, perumusan solidaritas persaudaraan Islam dengan bermacam-macam kebangsaan, bahasa, kebudayaan dan kelas sosialnya. Agama ini juga meletakkan dasar-dasar hukum perkawinan. Suatu dasar yang secara mutlak tidak bertentangan dengan keadilan biologis dan fakta-fakta kemasyarakatan. Dasar hukum ini sangat berbeda dan jauh lebih baik dari pada dasar perkawinan monogami yang dianut oleh bangsa-bangsa Barat.

  13. DeZiGH said

    Bagi yang punya anak yang lebih dari satu,
    memang yakin bisa adil kepada anak?

    Sebelum memiliki anak kedua,
    apakah anak pertama sudah ditanya kerelaannya dipolianak?

    Bukankah sebagai manusia tidak mungkin bisa adil?
    Lalu bagaimana bisa secara berani menambah anak?
    Bukankah kepada anak juga harus adil?

    Jika seorang anak ingin menjadi anak tunggal,
    apa suara mereka dihargai?

    Ramai-ramai mempermasalahkan poligami yang hanya merupakan pilihan bagi wanita ataupun laki-laki, mereka bisa menolak. Lalu bagaimana untuk anak yang tidak suka dipolianak?

    Biasanya sih karena masih kecil bagi yang menolak punya adik baru maka akan dilakukan pembinaan, doktrinasi begini begitu biar mereka sampai akhirnya menerima. Koq sama anak bisa begitu? Kenapa tidak kepada wanita yang tidak rela dipoligini? Apakah perasaan anak itu bisa diabaikan?

    Sebelum mempermasalahkan pendapat anak tentang poligami, bagaimana pendapat anak tentang polianak?

    Mana keadilan? Aturan poligami digembar-gemborkan, bagaimana dengan polianak?

    Malah yang harus diurus terlebih dahulu adalah bagaimana hukumnya untuk orang-orang yang semena-mena membuat anak dengan tidak kejelasan kemampuan untuk mendidik dan menafkahinya?

    Berhubung mereka lahir tanpa persetujuan mereka, paling tidak orang-tua yang melahirkan mereka seharusnya telah siap menafkahi mereka lahir dan batin.

    Mana standarisasinya? Atau mungkin lebih jauh lagi adalah sertifikasinya?
    Jangan tambah anak-anak terlantar!

    Saya pandang orang-orang yang menolak poligami namun tidak menolak polianak ataupun tidak menolak menjadi pemimpin adalah orang yang tidak konsisten dalam menyuarakan keadilan.

    Ketiganya mensyaratkan keadilan, khan?

  14. nenk tea said

    poligami skg dch jd sbuah pemberitaan yg heboh cz munculnya beberapa tokoh yg berpengaruh tapi berpoligami dan poligaminya tanpa alasan yang bisa membuat qt yakin bahwa yang namanya poligami itu memang nbisa qt terima dan juga banyak kejanggalan pada mereka yang berpoligami ketika mengungkapkan alasan mereka padahal kalau kita lihat ke sejarah dimana Rasul berpoligami hanya semata-mata ingin membebaskan belenggu ppara perempuan dari tradisi dan pola pikir orang-orang jahiliyyah yang menganggap bahwa perempuan hanya pantes jadi seorang hamba sahaya dan bahwasanya perempuan itu adalah mahluk yang hina jadi orang-orang jahiliyyah pada kala itu sangat menghinakan kaum hawa yang mulia ini jadi intinya saya idak setuju dengan poligami yang hanya berdalih agama akan tetapi tuyjuannya tetap hawa nafsu yoo yo yo chayo perangi poligami yang takj jelas alasannya.

  15. Anonymous said

    Ayah Saya Berpoligami
    Dan dia Sudah tidak sayng lagi kepada ibu ,adikku , dan kakakku , dia memlih bersama istri keduanya ketimbang bersama kami
    Dan Saya Meras Sedih Karena , ibu dan adik adik saya tidak mendapatkan kasih sayang ayah saya

RSS feed for comments on this post · TrackBack URI

Tinggalkan Balasan ke cia Batalkan balasan